Rokok Gerbang Narkoba
CARA MERAIH CINTA ALLAH : INGKISARUL QALBI (LULUHNYA HATI) DI HADAPAN ALLAH AZZA WA JALLA
Banyak sekali kata atau ibarat yang menunjukkan makna inkisarul qalbi, di antaranya adalah khusyu’, tadzallul (merendahkan diri), iftiqâr (perilaku yang menunjukkan bahwa dia sangat membutuhkan). Diantara kata-kata ini, khusyu’ dalam cakupan maknanya secara umum lebih mendekati makna inkisar dibandingkan dengan yang lainnya. Oleh karena itu, pada pembahasan ini, kita lebih fokuskan pada pembahasan khuyu’
Pengertian Khusyu’
Secara bahasa, khusyu’ secara bahasa ialah : rendah hati, tunduk dan tenang, terkadang juga bermakna; menundukkan pandangan dan merendahkan suara, dan terkadang juga bermakna hancur atau pecah.
Secara Istilah
Secara syar’i para salaf memiliki pengertian yang berbeda-beda, diantaranya :
- Ketundukan hati di hadapan Allâh Azza wa Jalla
- Tunduk dan patuh terhadap kebenaran. Indikasinya, mampu menerima nasehat yang awalnya ia selisihi.
- Redupnya gejolak syahwat, dan tenangnya gemuruh di dada, serta tumbuhnya rasa pengagungan dalam hati.
Pengertian-pengertian di atas semuanya menunjukkan bahwa khusyu’ tempatnya di dalam hati, kemudian menyebarkan pengaruhnya kepada anggota tubuh.
Di hati, khusyu’ dapat memberikan pengaruh pada diri seseorang. Ibnul Qoyyim rahimahullah menyebutkan bahwa khusyu’ yaitu perpaduaan antara pengagungan, rasa cinta, dan ketundukan.
Khusyu’ ialah suatu keadaan yang ada pada seseorang yang sedang mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla . Saat itu, seseorang dituntut untuk khusyu’ dalam semua keadaan, bukan hanya ketika shalat. meskipun shalat merupakan tempat terlihatnya pengaruh dari khusyu’, karena khusyu’ merupakan ruh dari shalat seseorang, serta sebaik-baik adab yang harus ia perhatikan di dalam shalatnya. Maka khusyu’ selalu berkaitan baik di dalam maupun di luar shalat. Adapun jika seseorang lalai sepanjang waktu, namun ia ingin mendapatkan kekhusu’an di dalam shalat maka ini sangat mustahil dia dapatkan. Karenanya Allâh Azza wa Jalla berfirman;
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. (yaitu) orang yang khusyu’ dalam shalatnya.[Al Mu’minûn/23:1-2]
Karena mereka telah mewujudkan keimanan terlebih dahulu, baru kemudian mereka merasakan khusyu’ di dalam hati, lalu muncul lah penguruhnya dalam shalat mereka, serta pada ibadah-ibadah lain yang disebutkan di ayat selanjutnya, Imam Mujahid mengatakan :“orang-orang yang khusyu’, mereka adalah orang-orang mukmin yang sesungguhnya”.
Para pendahulu kita dari generasi pertama ummat ini telah memberikan contoh yang sempurna tentang kekhusyu’an di hadapan Allâh , diantaranya ialah apa yang diceritakan tentang Abdullah bin Zubair radhiyallahu anhu apa bila sedang melaksanakan shalat terlihat seperti tiang, karena saking khusyu’nya. Dan ketika ia sujud, burung-burung hinggap di punggungnya.
Sungguh mereka telah mendirikan shalat dengan sebenarnya sehingga hiduplah hati-hati mereka dan ketenangan serta kebahagiaan yang mereka dapatkan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ((dan dijadikan shalat sebagai ketenangan hatiku)).
Bagaimana Agar Bisa Khusyu’ Dalam Shalat?
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah mengajarkan langkah-langkah agar kita bisa khusyu’ di dalam shalat, secara ringkasnya adalah jika seseorang mendengar adzan anggaplah itu seakan panggilan hari kiamat;
- Ketika ia menutup auratnya hendaknya ia mengingat keburukan-keburukan hatinya yang juga harus ditutup di hadapan Allâh Azza wa Jalla
- Ketika ia menghadapkan wajahnya kearah kiblat maka hendaknya ia hadapkan hatinya kepada Allâh Azza wa Jalla
- Ketika engkau mengucapkan “Allâhu Akbar” maka jangan sampai hatimu berbeda dengan lisanmu yaitu dengan meyakini sesuatu yang lebih besar dari Allâh Azza wa Jalla
- Dan ketika engkau meminta perlindungan pada-Nya, lalu membaca ayat-ayat dalam surat al-Fâtihah maka resapilah maknanya dengan hatimu, hadirkan tawadhu’ dan merendah di hadapan-Nya
- Ketika ruku’ dan sujud, resapi makna dari bacaan-bacaan yang engkau baca, dan yakinlah apabila engkau laksanakan itu semua niscaya engkau akan merasakan jernihnya hati dan mendapatkan cahaya yang meneranginya.
Beliau rahimahullah juga menyebutkan beberapa faktor yang menjadikan shalat kita hidup dan berarti, di antaranya adalah :
Pertama;
Menghadirkan hati ketika shalat, yaitu dengan mengosongkan hati dari hal-hal yang mengganggu konsentrasi. Hal itu bisa ia dapatkan dengan tekat yang kuat. Dan tekad seseorang akan kuat ketika imannya bertambah, begitu pula sebaliknya. Oleh karenanya, yang menjadikan sulitnya menghadirkan hati dalam shalat adalah lemahnya iman.
Kedua;
Berusaha memahami bacaan-bacaan yang ia baca dalam shalat, yaitu dengan menghilangkan pikiran-pikiran yang mengganggu konsentrasinya ketika shalat.
Ketiga;
Menghadirkan pengagungan dan rasa takut kepada Allâh, dan yang seperti ini bersumber dari dua hal:pertama: mengerti akan keagungan dan keluhuran Allâh Azza wa Jalla , dan yang kedua adalah mengakui kehinaan dirinya dihadapan Allâh Azza wa Jalla .
Menghadirkan Khusyu’ Disetiap Ibadah
Diantara hal yang bisa menghadirkan kekhusyu’an adalah rasa optimis terhadap pahala dari Allâh Azza wa Jalla . Jadi, orang yang melaksanakan shalat harus benar-benar mengharapkan balasan dari Allâh Azza wa Jalla semata. Namun, perlu kita fahami bahwa khusyu’ tidak hanya dituntut dalam shalat saja, akan tetapi seorang Muslim harus senantiasa menghadirkan kekhusyu’an setiap saat. Dan hal itu tidak bisa digambarkan atau diungkapkan dengan kata-kata, karena khusyu’ merupakan keadaan seseorang dihadapan Allâh Azza wa Jalla , dan hanya Allâh lah yang mengetahuinya.
Ibrahim an Nakha’i rahimahullah menjelaskan bahwa khusyu’ bukan sekedar memakan makanan yang tidak enak atau memakai pakaian yang jelek, akan tetapi khusyu’ ialah ketika engkau melihat bahwa orang yang mulia maupun hina, keduanya memiliki hak yang sama, dan engkau khusyu’ karena Allâh Azza wa Jalla ketika melaksanakan kewajiban-Nya. Dan sungguh para salaf dahulu mereka menjauhi khusyu’ berlebihan yang dibuat-buat.
Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu pernah bertutur, “Berhati-hatilah kalian dari khusyu’ yang munafik, yaitu hanya badan nya yang khusyu’ namun hatinya tidak. Dan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu adalah orang yang telah mewujudkan makna khusyu’ yang sesungguhnya, sehingga ia disegani oleh manusia bahkan syaitan pun takut kepadanya. Meski demikian Aisyah Radhiyallahu anhuma menceritakan tentangnya, “Umar bin Khathab adalah orang yang cepat jalannya, kencang suaranya, keras pukulannya, dan memberi makan sampai kenyang, beliau adalah seorang hamba yang sesungguhnya”.
Tiga Tingkatan Khusyu’
Ibnul Qayyim rahimahullah membagi khusyu’ menjadi tiga tingkatan:
Tingkatan Pertama :
Tunduk terhadap perintah Allâh Azza wa Jalla, dan ini bisa dilakukan oleh seorang hamba dengan benar-benar tunduk, menerima dan menjalankan perintah Allâh Azza wa Jalla , serta menunjukkan bahwa ia butuh terhadap hidayah dan pertolongan-Nya, dan juga berharap agar amalannya diterima di sisi-Nya. Ditambah lagi ia benar-benar pasrah terhadap hukum Allâh Azza wa Jalla , baik hukum syar’i maupun hukum kauni yaitu takdir, sehingga ia tidak berpaling dari perintah Allâh Azza wa Jalla , dan tidak pula murka terhadap ketentuan-Nya.
Tingkatan Kedua :
Berhati-hati terhadap penyakit-penyakit hati yang bisa merusak amalan, seperti : sombong, ujub, riya, lemahnya keyakinan, muncul keraguan dalam hati, serta rusaknya niat.
Tingkatan Ketiga :
Berusaha untuk tidak merasa bangga terhadap amal yang ia kerjakan, atau merasa bahwa ia berhak untuk mendapatkan kemuliaan di hadapan Allâh Azza wa Jalla , serta berusaha untuk menyembunyikan amalan-amalan ibadah dari manusia agar selamat dari hal-hal yang bisa merusak niatnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XXI/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/11129-cara-meraih-cinta-allah-ingkisarul-qalbi-luluhnya-hati-di-hadapan-allah-azza-wa-jalla.html